Mencari waktu yang tepat, yang sempurna.
1.
Waktu itu sore hari, tempat duduk bercengkrama sudah ramai. Ia terpaksa duduk disebelahku, satu-satunya yang masih bisa diisi oleh tubuhya, daripada harus berdiri bersandar ke tembok. Ia dan aku tidak saling kenal, namun ia tersenyum padaku cukup lama. Aku, sebenarnya aku yang ketahuan menatapnya lama. Manis.
Aku sudah memperhatikannya sejak beberapa minggu lalu. Aku ingin tahu namanya. Terlalu lama, akhirnya tak kusadari saat itu berlalu.
2.
Hari itu dia berkumpul dengan teman-temanku. Anggap saja salah seorang temanku tahu, ketertarikanku padanya. Temanku datang untuk bergabung dan menawarkan jadi comblang. Aku malu dan bersikeras menolak. "Aku tahu caraku" ku katakan pada temanku. Temanku menyerah dan berlalu, bersama celah untuk ia mengenalku. Aku lihat dari kejauhan tawa serunya, masih manis.
3.
Malam yang melelahkan, aku menunggu pintu ajaib yang membawaku pulang. Aneh, ada dia di seberangku, menunggu masuk ke pintu yang sama. Kami lelah. Mata-mata kami menyebrang, ada kata basa-basi yang tertahan di ujung lidah. Setidaknya, di ujung lidahku. Kenapa kelu? Bahkan menukik bibir untuk menunjukan keramahanku nampak mustahil. Tidak. Pintu ajaib telah membawa kami menemukan jalan pulang. Tanganku melambai, tapiia sudah berlalu.
Waktu yang tepat.
Pernahkah ia ada? atau... ia selalu ada di sana dan aku selalu melewatkannya.
Sebenarnya....aku tahu kok jawabannya.